14 Februari 2009

PREEKLAMSIA-EKLAMSIA: KETIKA BAYI "MERACUNI" IBUNYA

Syerem yaah?? Itu judul sebuah artikel yang didapat suamiku karena dokter memvonisku berpenyakit demikian. Bayangin... hampir setahun merindukan untuk hamil, ketika diberi oleh Allah, kondisinya malah membuat aku terhenyak, bayiku meracuni ibunya... kog bisa? Gitu deh, Ibrahim yang kami rindukan kehadirannya, harus lahir setahun lalu secara caesar. Sementara sperti yang dikhawatirkan dokter, ternyata keesokan harinya pasca ’melahirkan’ aku kejang....saat itu seperti meregang nyawa, kurasakan tubuhku kehilangan kontrol, tak mampu lagi untuk bertahan dalam keadaan sadar. Sayup...kudengar semua orang diruangan itu memanggil-manggil namaku, membimbing menyebut kalimat syahadat. Sempat kulihat suamiku, kami berpandangan, ingin kukatakan padanya, ’titip anakku ya bang....’ karena kufikir mungkin episode hidupku kan berakhir saat itu. Tapi mulutku pun sudah tak bisa diajak kompromi, terik alias kejang.... hatiku saja yang berkecamuk dalam dzikir mengingatNya. Aku pasrah, kalau pun aku harus finish…inilah jihadku.... alhamdulillah, kejadian itu tak berlangsung lama selang beberapa jam aku siuman. Saat itulah aku merasa oooh aku pingsan. Sungguh, sebelumnya aku tak pernah merasakannya. Saat melahirkan itulah, kuakrabi perawat, infus, operasi, jarum suntik, pingsan, kateter-kalau ndak salah, itu namanya untuk nyebut selang kencing, dokter, bius, obat dan sederet hal lain yang behubungan dengan perjuangan untuk sembuh. Padahal sbelumnya aku tak pernah dan tak ingin berurusan dengan semua itu. Dokter Boyke artikel tersebut bilang, ia sering menangani penderita eklamsia ini juga tak habis pikir bagaimana bisa bayi yang notabene darahnya sendiri dianggap "musuh" oleh tubuh sang ibu. "Makanya bayi eklamsia itu sebenarnya menderita, maka biasanya beratnya kurang." Ya, itu pula yang terjadi pada anakku, berat badan nya hanya 2200 gram alias 2,2 kg. Alhamdulillah, begitu dipisahkan dari ibunya dia langsung unjuk rasa, nanges sa’kuenceng-kuencengnya dan tubuhnya pun tidak pucat, sehingga dokter Syahnural Lubis yang menanganiku memutuskan bahwa si dedek tak perlu dikurung dalam tabung. Itu anak kecil, beratnya segitu doang karena plasenta ibu rusak, tidak bisa menyalurkan jatah makanan sebagaimana mestinya, kata pak dokter. Duh, anakku... kita fren dong... cukuplah ’perkelahian’ kita. Aku sangat berharap tak ada lagi cerita racun-racunan. Karena sesungguhnya kita saling mencintai, saling menyayangi, semoga Allah mengumpulkan kita di JannahNya ya naak.. sama abee, umee, apo, datok, nenek, paman, pak usu, dan semua pihak yang telah membantu.aamiin. Terima kasih sudah membaca, semoga mendapat manfaat.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Diriky baru tahu bahwa seperti itu ceritanya lia, Alhamdulillah Ibro sekarang sehat ya....

meiBru_chute abiezz mengatakan...

duh sungguh dramatis ya bu ceritanya..my jd terharu....

Anonim mengatakan...

Ibu.. Cerita nya sama dengan apa yg aku alami..tp keberuntungan msh berpihak pd ibu.. Sdgkn aku..anak ku meninggal dunia..
Alhamdullilah..aq msh bisa dselmtkan walaupun smpt koma bbrpa hr..
Ttp smgt.. Harap ku hamil ke dua tak sprti ini..doain ya bu....tp keberuntungan msh berpihak pd ibu.. Sdgkn aku..anak ku meninggal dunia..
Alhamdullilah..aq msh bisa dselmtkan walaupun smpt koma bbrpa hr..
Ttp smgt.. Harap ku hamil ke dua tak sprti ini..doain ya bu..